Axiata Xlindo

Axiata Xlindo

Senin, 25 April 2011

Tuna Satak... Bathi Sanak...

Oleh: Giri Suseno Hadihardjono


“Dalam lingkungan masyarakat Jawa, terutama pada masa-masa lalu, dikenal ungkapan “Tuno Satak Baţi Sanak”, yang menjadi judul tuisan ini. Apa dan bagaimana makna dari ungkapan itu serta adakah relevansinya dengan masa kini mari kita telaah bersama. Para Pembaca yang mempunyai pandangan/pendapat tentang ungkapan ini dipersilahkan menanggapi dan mengkoreksinya untuk memperkaya pemahaman tentang makna dari ungkapan itu. Penulis menantikan tanggapan-tanggapan itu.
Dalam pengertian sederhana Tuno berarti rugi dan Baţi berarti untung, dua kata yang maknanya berlawanan. Sedangkan Satak adalah sejenis ikan kecil yang dalam ungkapan itu digunakan untuk simbol kebendaan atau uang, Sanak dapat berarti saudara atau dapat diperluas menjadi kerabat atau bahkan teman, biasanya yang mempunyai nilai tersendiri atau kedekatan dan kedudukan baik dalam hati. Jadi secara harfiyah ungkapan “Tuno Satak Baţi Sanak” berarti “rugi uang/benda keuntungannya mendapat saudara/teman”. Ungkapan harfiyah ini memberi pelajaran kepada kita bahwa saudara/teman itu lebih berharga dibanding uang/benda. Ini dinyatakan dengan kata “baţi” yang berarti beruntung, jadi dibanding dengan kerugiannya justru mendapat keuntungan. Oleh karena itu kita harus ikhlas rugi uang/benda karena kita mendapat saudara/teman. Ungkapan ini dimaksudkan untuk mengajarkan kepada kita agar dalam kehidupan yang kita jalani jangan kita mengejar kebendaan saja. Masih banyak hal-hal yang membuat hidup kita indah dan bermakna, antara lain adalah memiliki saudara atau teman, apalagi saudara/teman itu orang-orang yang soleh/soleha yang akan membawa keceriaan atau kebahagiaan ke dalam kehidupan kita. Namun dapat juga arti ungkapan itu dibelokkan atau diinterpretasikan secara salah menjadi: “Teman itu dapat dibeli” artinya orang akan menjadi teman karena pengaruh kebendaan atau uang, sehingga digunakan istilah “dibeli” itu.
Makna lebih dalam dari ungkapan itu dapat dilihat dari dua aspek yaitu Aspek duniawi dan Aspek spirtual.

Aspek Duniawi
Hargailah persaudaraan/pertemanan itu diatas nilai uang/benda.
Pada masa kini, kehidupan kita sangat banyak dipengaruhi oleh pandangan-pandangan modern yang datang dari dunia barat yang meletakkan nilai uang atau kebendaan di prioritas atas. Suatu kehidupan, termasuk kebahagiaan, kemajuan, martabat, kedudukan dalam masyarakat diukur dari uang atau benda yang dimiliki. Makin besar kekayaan materi (uang dan benda) yang dimiliki makin tinggi kedudukannya dalam masyarakat. Sayangnya pada saat ini pandangan semacam ini sudah menjadi pandangan masyarakat luas. Padahal belum tentu orang-orang semacam ini memberikan “manfaat” pada masyarakat luas. Bahkan kadang kala untuk mendapatkan kekayaan yang melimpah itu tidak segan-segan mengorbankan kepentingan masyarakat. Padahal Rasullulah saw mengingatkan kita “sesungguhnya sebaik-baik manusia adalah yang memberi manfaat pada orang lain”.
Zaman sekarang pengertian pentingnya persaudaraan/persahabatan ini sering diselewengkan. Mereka yang memilki harta yang berlimpah tidak jarang “membeli” persaudaraan/persahabatan itu. Pada dasarnya teman atau saudara yang didapat dengan cara ini rela diperlakukan sesuka yang membeli itu selama uang masih mengalir kepada mereka. Jadi pertimbangan orang-orang yang mau menjadi teman itu semata-mata perhitungan keuntungan financial. Pada saat uang atau benda itu tidak mengalir maka berhentilah pertemanan dan persaudaraan itu. Kita melihat banyak contoh seperti ini.
Di dalam dunia bisnis/perdagangan, konsep “Tuno Satak Baţi Sanak” iini mengajarkan pentingnya “pelanggan”. Bagaimana hubungan pengusaha dengan pelanggan dipengaruhi sikap-sikap dari pengusaha. Pengusaha yang memperlakukan customer dengan baik dan tidak semata-mata mencari keuntungan sebesar-besarnya akan mendapatkan customer yang lebih banyak. Pelanggan itu akan merasa “diuwongke”, yaitu perasaan yang nilainya lebih tinggi dari uang. Mereka tidak sekedar dikenal dalam hubungan pengusaha dan pelanggan tetapi mereka sudah menjadi “sanak” yang nilainya tidak dapat diukur dengan uang. Mereka yang begerak di dunia “services” (pelayanan) sangat perlu untuk memahami pentingnya kepuasan pelanggan. Ini ditempatkan diatas pertimbangan keuntungan financial. Tidak segan-segan untuk mendapatkan simpati pelangganan atau bahkan mendapatkan loyalitas, pengusaha menyelenggarakan program-program yang membutuhkan dukungan finansial yang cukup besar (konsep Tuno Satak). Para pengusaha yang sukses dengan pelanggannya tidak segan membuat customer loyalty program yang membutuhkan pembeayaan yang cukup besar yang tentu saja akan menambah pengeluaran perusahaan. Namun demikian dengan membuat pelanggan itu menjadi “sanak” maka hubungan akan menjadi lebih mudah dan tidak kaku. Pada akhirya pelanggan akan merasa comfortable dan puas dalam melakukan transaksi dengan pengusaha itu.
Konsep ini juga merupakan bentuk lain dalam menyampaikan pentingnya network (jejaring). Konsep network tidak hanya didasarkan pada pertimbangan untung – rugi finansial, tetapi keyakinan bahwa network atau jejaring itu akan memberikan manfaat yang lebih luas pada bisnisnya di masa kini maupun depan. Mungkin pula tidak langsung kepada bisnisnya tetapi dapat memberi manfaat kepada diri pribadinya atau keluarganya. Siapa tahu pada suatu ketika anak atau cucunya ingin masuk ke suatu perguruan tinggi terkenal di luar negeri,yang mensyaratkan rekomendasi dari alumni perguruan tinggi itu, ternyata dari salah seorang dalam network itu dapat member rekomendasi sehingga si anak atau cucu itu diterima di perguruan tinggi terkenal di luar negeri itu, dsb.
Paguyuban Jawa Tengah juga merupakan satu bentuk dari konsep “Tuno Satak Baţi Sanak” ini. Dalam Paguyuban ini tidak ada kepentingan-kepentingan komersial/financial. Tetapi Paguyuban sebagai wadah pertemuan warga Jawa Tengah memungkinkan hadirnya kesempatan bagi warga Jawa Tengah untuk membentuk network yang dapat menuju pada keuntungan-keuntungan financial bagi masing-masing. Para warga Jawa Tengah dengan konsep Tuno Satak Baţi Sanak itu membangun kebersamaan untuk kemajuan bersama, termasuk “Bali Ndeso” itu. Organisasi Paguyuban sendiri sebagai wadah non profit menerapkan konsep ini dengan baik.

Aspek Spiritual
Konsep Tuno Satak Baţi Sanak ini juga sesuai dengan perintah Allah untuk kita ber-sedekah dan membayar zakat. Dalam konsep sedekah ini bahkan Allah memberikan kembali kepada kita rizki yang besarnya berlipat-lipat kali sedekah yang telah kita keluarkan itu. Surat Al Baqarah (2:261) menyatakan: “Perumpamaan orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah seumpama sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkal, pad tiap-tiap tangkal itu berisi seratus biji. Dan Allah melipatgandakan bagi siapa saja yang dikehendaki-Nya dan Allah Maha Luas karunia-Nya lagi Maha Mengetahui”.
Dalam Al Qur’an dinyatakan bahwa pada waktu kita meninggal dunia, hanya tiga hal yang mengikuti kita. Lain-lainnya yang kita cintai dan yang kita miliki tidak mengikuti. Tiga hal itu adalah Amal jariah kita selama kita hidup, ilmu yang kita amalkan dan berguna bagi orang lain, serta do’a anak-anak yang sholeh/shaleha. Dari sini terlihat bahwa amal adalah bagian yang sangat penting bagi kehidupan masa depan. Banyak ayat di dalam Al Qur’an yang menjelaskan tentang amal yang kita keluarkan adalah salah satu jaminan kita bakal diterima Allah pada waktu kita mati. Tuno Satak Baţi Sanak mengajarkan kepada kita bahwa Baţi yang kita dapatkan bukan sekedar sanak biasa tetapi juga jaminan akherat.
Disamping Tuno uang atau benda, pengertian Tuno Satak juga dapat dilihat dari sisi kerugian kenikmaatan duniawi. Sedangkan Baţi Sanak dapat kita lihat lebih luas lagi, “sanak yang baik” yaitu orang-orang sholeh, malaikat dan mahluk Allah lainnya penghuni sorga. Jadi konsep Tuno Satak Baţi Sanak dapat dilihat dari sisi spiritual sebagai konsep kehidupan utuh: dunia – acherat. Jangan segan-segan kita mengalami kerugian duniawi karena kita akan mendapatkan keuntungan berupa keselamatan di acherat.
Sementara itu, bagi yang tidak melakukan kuwajibannya menunaikan zakat ada ancaman menjadi orang musyrik. Surat Fushshilat (41:6-7) menyatakan: “---Dan celakalah bagi orang-orang musyrik, (yaitu) orang-orang yang tidak menunaikan zakat dan mereka ingkar akan hari akhirat.” Jadi dalam konsep Tuno Satak Baţi Sanak itu terkandung ketaatan kita kepada Allah SWT dan sekaligus menjalankan perintahnya.

Jadi bagaimana dengan Anda?

1 komentar: