Axiata Xlindo

Axiata Xlindo

Senin, 25 April 2011

Yanti Sukamdani, Pelaku Pariwisata Pro Rakyat

Mbak Yanti, begitu sapaan akrab oleh kerabat, kolega, dan rekan-rekan seperjuangan. Tokoh yang satu ini cukup familiar di telinga pengusaha hotel dan restoran di Indonesia karena tak lain dia adalah orang nomor satu di kepengurusan DPP Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI). Gagasan-gagasan inovatif dan berbagai usaha yang dilakoninya berkaitan dengan pengembangan kepariwisataan di tanah kelahirannya solo dan di Tanah Air amatlah penting dan banyak diapresiasi oleh masyarakat, tidak hanya di dalam negeri bahkan oleh masyarakat internasional. Dipilihnya beliau sebagai ketua umum DPP PHRI adalah salah satu bukti prestasi dan dedikasinya. Sisi perjuangan lainnya berkaitan dengan pemberdayaan kaum perempuan dan aktivitasnya di komisi X DPR RI, menambah panjang daftar kesibukannya, yang membuat nama wanita putri Sukamdani seorang pengusaha ternama dan pendiri Hotel Sahid ini perlu diperhitungkan dalam konstelasi perjuangan bangsa Indonesia ke masa depan.

Sebagai orang Solo yang sejak awal hidup di masyarakat yang berkebudayaan tradisional yang kukuh dengan adat dan peraturan agama, Mbak Yanti memahami benar posisi manusia di alam semesta ini yang dipahami melalui keterkaitan yang erat antara masyarakat dengan lingkungan alam sekitarnya. Ditunjang oleh pendidikan dan pengalaman usahanya, ia mampu memprediksi kesulitan dan permasalahan besar yang bakal muncul sebagai reaksi dari alam akibat pelaksanaan pembangunan dan pengelolaan lingkungan yang tidak memperhatikan keharmonisan ekosistem dan kelestariannya. Untuk mengantisipasi hal tersebut, sejak awal pula Mbak Yanti berjuang, baik melalui kajian-kajian pembangunan berbasis lingkungan maupun mengusulkan program-program yang selayaknya dijalankan Pemerintah Indonesia dan masyarakat.

Pariwisata pro Rakyat
Sebagaimana halnya masyarakat Solo secara umum yang cinta terhadap keindahan, budaya, dan kegiatan kepariwisataan, Mbak Yanti menaruh minat dan perhatian yang amat besar di bidang pengembangan pariwisata nasional. Mbak Yanti sangat berharap agar pembangunan pariwisata di Indonesia dan Jawa Tengah khusunya dapat mengelola pariwisata dengan tetap memperhatikan lingkungan hidup dan budaya masyarakat di sekitarnya. “Pengelolaan pariwisata Provinsi Jawa Tengah saya harapkan dapat terus ditingkatkan dengan tetap memperhatikan lingkungan alam, budaya, dan masyarakat sekitar. Pembangunan pariwisata itu untuk siapa kalau bukan untuk rakyat kita?” katanya saat ditanya bagaimana tanggapan Beliau tentang pembangunan pariwisata Jawa Tengah, beberapa waktu lalu di kantornya, di Hotel Sahid Jaya, Jakarta.

Masyarakat, menurut harus society oriented, berorientasi kepada kesejahteraan masyarakat sekitarnya. “Masyarakat harus dilibatkan secara langsung sejak awal, dan terus-menerus orang sekitar harus menjadi subyek pelaksana dari program pariwisata yang diadakan. Jangan modal (capital) saja yang masuk ke Provinsi Jawa Tengah, dan masyarakat sekitar jadi penonton,” imbuh penerima penghargaan anggota Komisi X DPR RI ini.

Mbak Yanti tidak hanya kritis dan bisa protes saja. Dia justru mengembangkan sebuah program kepariwisataan yang lebih dibutuhkan bangsa, yakni Pariwisata dengan satu konsep dari, oleh dan untuk masyarakat. Kepiawaiannya tidak hanya di tataran konsep, tapi juga langsung pada tataran implementasi. Hal ini dibuktikan dengan dibuatnya Tourism Center di berbagai daerah antara lain Sragen. Dengan Tourism Center, masyarakat, pelajar dan mahasiswa dan pengusaha dapat saling berinteraksi untuk mencari pekerjaan dengan kompetensi ilmu dibidang kepariwisataan, mempromosikan destinasi pariwisata serta mengajak para investor dan wisatawan untuk melirik potensi wisata.

Torism Center (TC) merupakan program promosi pariwaisata yang pro rakyat karena merupakan sebuah konsep pembangunan kepariwisataan dengan mengusung filosofi “memberikan layanan wisata sambil mengenal, merasakan dan bahkan melakoni kehidupan dan budaya masyarakat sekitar obyek wisata tersebut”. “Di Solo misalnya, setiap pengunjung dikenalkan dengan budaya dan kehidupan masyarakat Solo agar mereka merasakan dan memahami Solo secara mendalam,” ungkap Mbak Yanti. Program TC, katanya lagi, intinya adalah membangun dunia pariwisata dengan basis utama masyarakat lokal. “Jadi, semua proses pelaksanaan program, mulai dari penyiapan lokasi, pembangunan sarana prasarana, menjalankan usaha wisata, dan lain-lain harus melibatkan penduduk sekitar,” imbunya lagi. Bahan dan material yang digunakan seharusnya juga dari lingkungan sekitar.

TC juga menekankan pentingnya pelibatan secara aktif masyarakat lokal, karena setiap pengunjung akan diarahkan untuk mengenal masyarakat bersama pernak-pernik budaya yang hidup di tengah-tengah masyarakat. “Ada dua manfaat dari dua sisi yang didapat dari pola TC. Pertama masyarakat diberdayakan secara sosial maupun ekonomi, dan di lain pihak para turis tidak hanya datang lihat-lihat pemandangan yang indah, tapi juga dapat belajar dan merasakan indahnya tata hidup dan budaya masyarakat yang sesungguhnya. Sistim ini akan membuat mereka lebih terkesan ketika pulang dari tempat wisata atau dari daerah mana saja yang memberikan pelayanan wisata,” jelasnya dengan senyum membayangkan turis pulang dengan senang hati.

Kini, terpulang kepada para pengambil kebijakan di Provinsi Jawa Tengah dalam hal ini Bapak Gubernur Jateng dan Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, apakah Provinsi Jawa Tengah harus meneruskan program pembangunan pariwisata berbasis modal yang nota benne umumnya dari asing, atau memilih memberdayakan rakyatnya sendiri sebagai pelaku utama pariwisata? Melihat berbagai kasus bencana yang muncul saat ini sebagai akibat pembangunan pariwisata tanpa memperhatikan lingkungan dan budaya setempat, kiranya apa yang diperjuangkan Mbak Yanti adalah sebuah solusi yang mencerahkan. Semoga impian Mbak Yanti melihat anak-anak negeri menjadi pelakon utama pariwisata di negerinya sendiri menjadi keniscayaan. (Taufik, Cahyono Isc.)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar